Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/06/2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Dia menambahkan, peralatan SKEM dan LTHE utamanya ditekankan kepada produsen atau importir, bukan dimaksudkan sebagai mandatori untuk dibeli pemilik gedung atau pengguna akhir. Dengan mengaturnya di hulu, maka produk yang beredar di pasaran bisa sesuai dengan standar hemat energi yang sudah ditentukan.

Untuk pengguna alat elektronik, termasuk sekolah, Endra menyampaikan sejauh ini masih belum ada insentif atau kewajiban membeli peralatan elektronik yang hemat energi.

"Karena balik lagi, ini soal kemampuan keuangan (pengguna). Mereka mampu membeli (peralatan elektronik hemat energi) atau tidak," ucap Endra.

Sri Wahyuni dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuturkan, cara paling efektif dalam memberikan edukasi terkait peralatan hemat energi adalah dengan memberikan contoh nyata dengan penyampaian yang sederhana.

Dengan memberikan contoh kepada kelompok tertentu secara spesifik, sosialisasi tersebut bisa diduplikasi ke tempat lain.

"Untuk berubah itu enggak langsung sekaligus. Tapi perlu satu contoh perubahan perilaku yang tadinya dia tidak paham soal label hemat energi, lalu diberi edukasi, kemudian cara mewarat, ada berapa pilihan seandainya mereka mau beli," ujar Sri.

Baca juga: Stakeholder Sektor Bangunan Didorong Bikin Terobosan Proyek Efisiensi Energi

Krusial

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Kontribusi emisi dari peralatan elektronik

Di sisi lain, kurangnya pengetahuan dari sekolah mengenai SKEM dan LTHE juga merupakan cerminan minimnya pengetahuan peralatan hemat energi secara nasional. Menurut survei CLASP dalam Residential End Use Survey 2019, baru 6,5 persen penduduk Indonesia yang mengetahui tentang SKEM dan LTHE.

Padahal, peralatan elektronik memainkan peran krusial dalam hal konsumsi listrik dari pembangkit yang muaranya berimbas pada emisi yang dihasilkan.

Menurut publikasi CLASP berjudul Net Zero Hero, peralatan elektronik bertanggung jawab atas 39 persen emisi karbon dioksida terkait energi di seluruh dunia. Emisi tersebut sama dengan kira-kira total emisi karbon dioksida dari China, Eropa, dan Brasil.

Program Manager CLASP Indonesia Nanik Rahmawati mengatakan, tak hanya di sekolah, di level masyarakat secara umum, pengetahuan mengenai energi terbarukan lebih tinggi dibandingkan pemanfaatan alat hemat energi.

Perspektif orang mengenai pengurangan emisi kebanyakan hanya terkait penggunaaan energi baru terbarukan, belum sampai pada upaya penghematan energi melalui penggunaaan peralatan ramah lingkungan. Padahal kontribusi peralatan ramah lingkungan dalam pengurangan emsisi dinilai signifikan.

Baca juga: Konsep Industri 4.0 Dinilai Ciptakan Efisiensi Berkelanjutan

Dia menyampaikan, peran alat elektronik yang hemat energi juga masih sering dipandang sebelah mata dalam konteks transisi energi. Padahal, alat elektronik hemat energi dapat membantu menurunkan emisi secara signifikan dengan cost effective alias pembiayaan yang efektif.

"Itu yang menjadi perhatian kami sebenarnya. Dikarenakan harusnya dari hilir dulu (peralatan elektronik) dimitigasi," kata Nanik saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/6/2024).

Upaya efisiensi energi juga tidak bisa dilakukan serta merta, namun dilakukan dalam beberapa tahapan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menerapkan standar peralatan hemat energi.

Langkah kedua yakni mengubah perilaku di masyarakat untuk menerapkan perliaku hemat energi sesuai dengan kebutuhannya.

"Kalau dalam efisiensi energi (prinsipnya) ditekan penggunaan energinya tetapi tidak mengurangi kenyamanan dari peralatan itu sendiri," tutur Nanik.

Nanik menyampaikan, alat elektronik hemat energi sangat penting disampaikan ke seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali pengambil kebijakan di sekolah. Pasalnya, pengambil kebijakan di level apa pun memiliki kewenangan dalam kebijakan pengadaan alat-alat elektronik hemat energi.

Baca juga: Mataram Pakai PJU Tenaga Surya, Upaya Mitigasi Bencana dan Efisiensi Anggaran

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com