Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Sebabkan Karhutla di Mediterania Timur Makin Parah

Kompas.com - 30/08/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Perubahan iklim menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Mediterania Timur menjadi semakin tinggi, baik dari segi frekuensi maupun intensitas.

Profesor Nikos Michalopoulos dari Observatorium Nasional Athena mengatakan, Mediterania Timur mengalami kenaikan suhu yang cepat dibandingkan wilayah lain di dunia.

Selain itu, jumlah hari yang sangat panas meningkat secara signifikan dalam 30 tahun terakhir.

Baca juga: Potensi Karhutla di Jateng Terus Ada, Penanganan Butuh Kolaborasi

"Cuaca kering dan gelombang panas yang ekstrem, dikombinasikan dengan curah hujan yang tidak mencukupi untuk mengeringkan vegetasi, serta angin utara yang kuat, menciptakan kondisi sempurna untuk memulai dan dengan cepat menyebarkan kebakaran hutan," kata Michalopoulos kepada Anadolu, sebagaimana dilansir Antara, Jumat (30/8/2024).

Karhutla yang terjadi tak hanya melepaskan emisi yang membahayakan manusia, namun juga berkontribusi lebih lanjut terhadap pemanasan global.

Dua menambahkan, kebakaran menghancurkan vegetasi dan lahan hutan yang berfungsi menyaring polutan, sehingga manusia terpapar lebih banyak polusi udara.

Di satu sisi, penurunan luasan hutan, yang juga berfungsi sebagai pendingin udara alami, akan membuat cuaca semakin panas di masa mendatang.

Menurutnya, Athena sebagai ibu kota Yunani telah mengalami beberapa kebakaran hutan besar dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Karhutla di Jateng Capai 183 Hektare Enam Bulan Terakhir

Hancurnya hutan dan flora di sana akibat karhutla merupakan ancaman yang sangat serius.

"Dengan mempertimbangkan bahwa hampir 40 persen lahan hutan di sekitar Athena telah hancur dalam delapan tahun terakhir, bulan-bulan dan tahun-tahun mendatang akan lebih berat dalam hal suhu dan kejadian ekstrem lainnya," ucap Michalopoulos.

Untuk mengurangi dampak deforestasi akibat karhutla, Michalopoulos mendesak upaya yang berfokus pada upaya pencegahan.

Dia menekankan,warga juga harus berperan serta dan tidak hanya mengandalkan pihak berwajib.

"Orang-orang harus menjaga lahan mereka tetap bersih dan memiliki tangki air atau tandon air kecil di kebun mereka untuk membantu saat kebakaran terjadi," ujarnya.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Karhutla 3 Kali Lebih Mungkin Terjadi

Dari perspektif yang lebih luas, langkah pencegahan paling penting adalah untuk mendinginkan dunia dan melawan pemanasan global.

"Itu adalah upaya jangka panjang yang akan memakan waktu puluhan tahun bahkan jika volume emisi karbon berhenti meningkat seketika," tutur Michalopoulos.

"Karena itu, kita perlu menyesuaikan cara hidup kita, termasuk tinggal di rumah yang lebih kecil, mengonsumsi lebih sedikit daging. Ini menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca," sambungnya.

Sementara itu peneliti senior di Yayasan Penelitian dan Teknologi-Hellas Athanasios Nenes berujar, kurangnya curah hujan dan pola panas ekstrem menjadi alasan utama peningkatan kebakaran hutan di Yunani dan Mediterania Timur.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Karhutla 3 Kali Lebih Mungkin Terjadi

"Kita semakin sedikit mendapatkan hujan. Namun ketika hujan turun, sering kali terjadi dalam bentuk kejadian ekstrem, termasuk badai dan banjir. Jadi, air cepat mengalir dan tidak terserap oleh tanah dan ekosistem. Ini benar-benar masalah besar,” kata Nenes.

Dia menambahkan, di Mediterania Timur, baik air laut maupun air tanah mengalami peningkatan suhu yang sangat tinggi. 

Ketika air sangat hangat, fenomena tersebuf juga cenderung meningkatkan panas di daratan, karena air berfungsi sebagai penampung panas.

Peningkatan frekuensi dan intensitas karhutla membuat wilayah tersebut rentan terhadap lebih banyak kebakaran karena tanah tidak punya waktu untuk pulih.

Baca juga: Kaltim Alami Karhutla Terluas dalam 4 Bulan Terakhir

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kolaborasi UMKM Garut dan BRIN Bikin Gedebog Pisang Naik Kelas
Kolaborasi UMKM Garut dan BRIN Bikin Gedebog Pisang Naik Kelas
LSM/Figur
Inovasi Doktor Termuda IPB yang Kembangkan Metode Deteksi Kerusakan akibat Karhutla
Inovasi Doktor Termuda IPB yang Kembangkan Metode Deteksi Kerusakan akibat Karhutla
LSM/Figur
Tenaga Angin Bisa Pulihkan Laut, Cukup Sisihkan 1 Persen Dana Proyek
Tenaga Angin Bisa Pulihkan Laut, Cukup Sisihkan 1 Persen Dana Proyek
Pemerintah
Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan
Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan
Pemerintah
Negara Berkembang Butuh 420 Miliar Dollar AS per Tahun untuk Kesetaraan Gender
Negara Berkembang Butuh 420 Miliar Dollar AS per Tahun untuk Kesetaraan Gender
Pemerintah
Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan
Bukan Cuma Limbah, Ampas Kopi Bisa Jadi Beton Kuat dan Berkelanjutan
LSM/Figur
Satgas PKH Kuasai 81.793 Hektare TN Tesso Nilo untuk Kembalikan Fungsi Lahan
Satgas PKH Kuasai 81.793 Hektare TN Tesso Nilo untuk Kembalikan Fungsi Lahan
Pemerintah
Darurat Air Dunia: 40 Persen Daratan Rusak, 3 Miliar Orang Terancam
Darurat Air Dunia: 40 Persen Daratan Rusak, 3 Miliar Orang Terancam
LSM/Figur
Kemenhut: Tambang Masih Bakal Lanjut tetapi Disertai Rehabilitasi
Kemenhut: Tambang Masih Bakal Lanjut tetapi Disertai Rehabilitasi
Pemerintah
Masjid Jami Soeprapto Soeparno Dibangun, Simbol Inklusi dan Upaya Merawat Nilai-nilai Sosial
Masjid Jami Soeprapto Soeparno Dibangun, Simbol Inklusi dan Upaya Merawat Nilai-nilai Sosial
Swasta
Sun Energy Gandeng UI Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam 'Green Job' Energi Surya
Sun Energy Gandeng UI Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam "Green Job" Energi Surya
Swasta
14 dari 15 Jenis Tarsius Ada di Indonesia, tapi Habitatnya Terus Tergerus
14 dari 15 Jenis Tarsius Ada di Indonesia, tapi Habitatnya Terus Tergerus
Swasta
Lahan Kritis Capai 12 Juta Hektare, Kemenhut Beberkan Rencana Mengatasinya
Lahan Kritis Capai 12 Juta Hektare, Kemenhut Beberkan Rencana Mengatasinya
Pemerintah
Sederet Langkah Pemerintah Genjot EBT untuk Amankan Energi
Sederet Langkah Pemerintah Genjot EBT untuk Amankan Energi
Pemerintah
Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS
Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau