Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

kolom

Mengapa Mangrove Harus Jadi Kawasan Lindung?

Kompas.com - 02/09/2023, 15:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA beruntung mempunyai etalase formasi hutan yang lengkap, mulai dari pantai sampai hutan hujan dataran tinggi.

Tipe ekosistem hutan dari bawah adalah hutan pantai dan mangrove, hutan gambut, hutan tropika basah dataran rendah dan hutan tropika basah dataran tinggi.

Terdapat dua ekosistem hutan unik yang selalu digenangi air, walaupun karakteristiknya berbeda, yaitu hutan mangrove dan gambut.

Keduanya diklaim sebagai ekosistem yang mampu menyerap emisi karbon terbesar dibanding dengan hutan tropis lainnya.

Hutan sekunder mampu menyimpan karbon 54,1 ton – 182,5 ton karbon setiap hektare. Mangrove diklaim dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih tinggi dari hutan tropis.

Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya terdapat sedimentasi (tanahnya berlumpur), tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama.

Selain itu, tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau hingga asin.

Data terakhir 2019, luas tutupan mangrove Indonesia 3,56 juta hektare, yang terdiri dari 2,37 juta hektare dalam kondisi baik dan 1,19 juta hektare yang rusak.

Data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dIkutip harian Kompas (4/08/2022), menyebut bahwa total luas habitat ekosistem mangrove 4.120263 hektare yang terdiri dari habitat ekosistem mangrove yang masih ada (existing) 3.364.080 hektare dan potensi habitat mangrove seluas 756.183 hektare.

Mangrove exsisting terdiri dari ekosistem mangrove yang lebat (3.121.240 hektare), sedang (188.366 hektare) dan jarang (54.474 hektare).

Sementara itu, potensi habitat mangrove terdiri dari areal terabrasi, lahan terbuka, mangrove terabrasi, tambak dan tanah timbul (akresi).

Mangrove yang secara legal masuk dalam kawasan hutan seluas 2.936.813 hektare dan di luar kawasan hutan (areal penggunaan lain/APL) 1.183.449 hektare.

Uniknya lagi, dalam kawasan hutan juga dibagi lagi sesuai kawasan fungsinya sebagaimana ekosistem hutan yang berada di daratan, yakni hutan konservasi (HK) 797.109 hektare, hutan lindung (HL) 991.456 hektare dan hutan produksi (HP) 1.148.248 hektare.

Habitat mangrove yang telah rusak dan perlu direhabilitasi kembali seluas 756.182 hektare, terdiri terdiri dari mangrove rusak dalam kawasan hutan 756.182 hektare (HK 48.838 hektare, HL 83.732 hektare, HP 132.570 hektare) dan mangrove rusak di areal APL 480.651 hektare.

Melihat peran strategis habitat ekosistem mangrove yang dimiliki Indonesia sekarang dalam mengendalikan emisi karbon dan menghadapi krisis iklim, muncul pertanyaan sekaligus persolan, kenapa kawasan hutan mangrove kita masih ada pembagian kawasan fungsi hutan produksi dan mengapa APL mangrove yang masih existing seluas 702.792 hektare ditarik dan dikembalikan lagi menjadi kawasan hutan agar tidak dialih fungsikan untuk kepentingan lain.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com