KOMPAS.com - Lembaga think tank Ember menyoroti peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024–2060.
PLTU captive adalah pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan tertentu untuk memenuhi kebutuhan listriknya sendiri.
RUKN memproyeksikan total kapasitas PLTU batu bara mencapai 76,5 gigawatt (GW) pada 2031 dengan menambahkan 26,8 GW PLTU baru.
Baca juga: Kapasitas PLTU Captive RI Diprediksi Salip Pembangkit Batu Bara Australia
Dari penambahan pembangkit tersebut, mayoritas merupakan PLTU captive yang mencapai 20 GW, sisawa PLTU ongrid atau yang terhubung jaringan sebesar 6,6 GW.
Penambahan PLTU captive tersebut dimaksudkan untuk industri pengolahan mineral yang sedang berkembang.
Di sisi lain, kehadiran PLTU captive telah berkembang hampir lima kali lipat hanya dalam kurun waktu sembilan tahun. Dari 2,3 GW pada 2014, PLTU captive di Indonesia mencapai 11,2 GW pada 2023.
Jika diimplementasikan secara penuh, kapasitas PLTU captive di Indonesia akan setara dengan total kapasitas PLTU di Polandia sebesar 31,54 GW.
Baca juga: Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022
Masifnya rencana pengembangan PLTU captive tersebut dinilai bertolak belakang dengan ambisi penurunan emisi Indonesia.
Senior Analyst Climate and Energy Ember Dody Setiawan mengatakan, jika proyek-proyek PLTU captive baru terlaksana, kemungkinan bakal menghadapi tantangan regulasi.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022, PLTU captive hanya dapat beroperasi hingga tahun 2050 dan harus mengurangi emisi setidaknya 35 persen dalam waktu 10 tahun setelah beroperasi.
Selain itu, PLTU captive tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan harga batu bara dari skema domestic market obligation (DMO) yang ditentukan pemerintah.
Baca juga: Waspadai Risiko Greenwashing dari PLTU Batu Bara Captive
"Sehingga mengharuskan mereka untuk membeli batu bara dengan harga pasar, yang dapat meningkatkan biaya produksi listrik," kata Dody dikutip dari siaran pers, Kamis (20/2/2025).
Estimasi biaya pembangkitan PLTU captive baru adalah 7,71 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh).
Harga tersebut lebih tinggi daripada biaya pembangkitan rata-rata nasional pada tahun 2020 yakni 7,05 sen dollar AS per kWh dan biaya pembangkitan PLTU ongrid 5,68 sen dollar AS per kWh.
Di sisi lain, Ember membandingkan bahwa daripada PLTU captive, pembangkitan dari energi terbarukan sebenarnya jauh lebih murah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya