Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/12/2023, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia memiliki komitmen politik untuk melakukan transisi energi sehingga meningkatkan pendanaan proyek energi terbarukan, baik dari level bilateral maupun multilateral.

Akan tetapi, target investasi energi terbarukan jauh dari yang dicanangkan. Hal tersebut mengemuka dalam peluncuran Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Jumat (15/12/2023).

Salah satu penyebabnya rendahnya investasi karena minimnya proyek yang bankable dan persepsi risiko investor karena kualitas kebijakan dan regulasi yang belum memadai.

Baca juga: Indonesia Harus Segera Rampungkan Konsolidasi Transisi Energi

IESR memandang, untuk dapat menarik minat investasi lebih tinggi, perlu dilakukan tinjauan ulang atas kebijakan harga tertinggi energi terbarukan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 sesuai dengan perkembangan teknologi dan tingkat suku bunga pendanaan.

Peninjauan regulasi itu juga perlu diikuti dengan reformasi lainnya untuk mendorong pengembangan proyek energi terbarukan bankable dan menguntungkan bagi investor.

Upaya menarik investor dapat dilakukan dengan memperbaiki struktur tarif dan memastikan profil risiko-imbalan atau risk-reward yang adil bagi para mitra produsen listrik swasta serta mempertimbangkan skema power wheeling.

Analis Teknologi Penyimpanan Energi dan Materi Baterai IESR His Muhammad Bintang mengatakan, diperlukan kolaborasi yang solid antara PLN, regulator, pengembang proyek, swasta maupun pemerintah.

Selain itu perlu penyiapan rangkaian proyek yang kokoh dan meningkatkan proyek-proyek yang layak untuk pendanaan.

Baca juga: COP28 Sepakat Transisi dari Fosil, OPEC Justru Optimistis Permintaan Minyak Naik

Di lain sisi, pemerintah daerah tengah menghadapi tantangan untuk menyelesaikan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) untuk memenuhi target energi terbarukan.

Adanya Perpres Nomor 11 Tahun 2023 mampu memperluas kewenangan pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan.

Namun, salah satu tantangan implementasinya adalah anggaran pemerintah daerah yang terbatas, sehingga perlu diseimbangkan dengan prioritas lainnya.

Analis Sosial dan Ekonomi IESR Martha Jesica berujar, selain perluasan kewenangan, pemerintah provinsi juga perlu untuk melakukan perincian peraturan rencana energi daerah ke dalam berbagai instrumen dan skema terukur yang mendukung peningkatan pengembangan energi terbarukan.

“Misalnya prioritas alokasi keuangan daerah untuk energi terbarukan dan aturan spesifik untuk dekarbonisasi berbagai sektor (transportasi dan bangunan) di daerah,” kata Martha dikutip dari siaran pers IESR.

Baca juga: COP28 Rampung: Dunia Sepakat Lakukan Transisi, Awal dari Akhir Era Fosil

Di sisi lain, pemerintah pusat sedang melakukan revisi dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Pemerintah daerah juga perlu melakukan pembaruan RUED provinsi ke depannya agar lebih mencerminkan ambisi-ambisi daerah dalam transisi energi dan mengintegrasikan dalam target energi terbarukan yang lebih ambisius,” ujar Martha.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com