Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transisi Energi Tak Punya Formula Ajaib, Perlu Pendekatan Bertahap

Kompas.com - 06/02/2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Peneliti Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maxensius Tri Sambodo mengatakan, tidak ada formula ajaib untuk transisi energi.

Hal tersebut disampaikan Maxensius dalam workshop bertajuk "Climate Change Law and Policy: Comparative Study Between Korea and Indonesia in Achieving Green Energy Transition and Low Carbon Development" di Kantor BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Jumat (2/2/2024).

Workshop tersebut digelar oleh Pusat Riset Hukum (PRH) BRIN berkolaborasi dengan Korea Foundation.

Baca juga: Gen Z dan Milenial Desak Pemerintah Segera Transisi ke Ekonomi Hijau

Menurut Maxensius, transisi energi merupakan faktor endogen atau berasal dari dalam negeri yang didorong oleh kemauan politik dan keterlibatan pemangku kepentingan.

Faktor lainnya juga dipengaruhi dari luar negeri seperti konflik militer dan bencana energi seperti krisis nuklir atau global.

"Belajar dari sejarah, transisi yang terjadi didasarkan pada penemuan-penemuan baru, dengan dampak besar, dan dalam bentuk yang dapat diakses secara luas," kata Maxensius dikutip dari situs web BRIN, Senin (5/2/2024).

Dia menambahkan, kompleksitas transisi memerlukan pendekatan bertahap dan refleksi mendalam terhadap kebijakan memori institusional selama ini.

Baca juga: Pelaku Usaha Batu Bara Harus Didorong Terlibat Transisi Energi Berkeadilan

Sementara itu, Kepala PRH BRIN Laely Nurhidayah menjelaskan, perluasan energi terbarukan dan penghapusan bahan bakar fosil adalah salah satu elemen penting untuk dekarbonisasi.

Laely menyampaikan, Korea Selatan dan Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan dalam mencapai transisi energi hijau. 

"Suplai listrik Indonesia bergantung pada batu bara sebesar 65 persen, pembangkitan listrik di Korea (Selatan) juga sangat bergantung pada batu bara yang mewakili lebih dari 40 persen total pembangkit," jelasnya.

Walau begitu, Laely menggarisbawahi Korea Selatan jauh lebih maju dalam teknologi kendaraan listrik, pembangkit listrik tenaga nuklir, dan perdagangan emisi.

Baca juga: Masih Banyak Perusahaan Nasional yang Tak Paham Transisi Net-Zero

"Just transition (transisi yang adil) merupakan hal baru di Indonesia, apa yang dapat kami pelajari dari undang-undang di Korea adalah memasukkan ketentuan transisi yang adil dalam undang-undang domestik yang saat ini tidak ada dalam undang-undang domestik Indonesia," ujar Laely.

Profesor dari Yonsei University Tae Yong Jung menyatakan kerangka hukum merupakan sesuatu yang penting dalam mengatur transisi energi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Dia menjabarkan, transisi yang adil adalah kerangka kerja yang melibatkan serangkaian prinsip, proses, dan praktik untuk beralih dari perekonomian ekstraktif ke perekonomian regeneratif.

Hal tersebut adalah kerangka kerja berbasis visi yang membangun kekuatan ekonomi dan politik.

Baca juga: Komitmen Pasangan Capres-Cawapres untuk Nol Deforestasi dalam Transisi Energi Dipertanyakan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Kapal Canggih, OceanX Bakal Eksplorasi Lautan Indonesia

Pakai Kapal Canggih, OceanX Bakal Eksplorasi Lautan Indonesia

Pemerintah
Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Pemerintah
Model 'Community-Supported Agriculture', Solusi 'Food Loss and Waste'

Model "Community-Supported Agriculture", Solusi "Food Loss and Waste"

Pemerintah
BW Kehati Data Keanekaragaman Hayati di Perkotaan

BW Kehati Data Keanekaragaman Hayati di Perkotaan

Pemerintah
Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

LSM/Figur
IPA Convex 2024 Digelar, Jadi Momentum Ketahanan Energi Berkelanjutan

IPA Convex 2024 Digelar, Jadi Momentum Ketahanan Energi Berkelanjutan

Swasta
BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

Pemerintah
Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemerintah
60 Inovator ASEAN Blue Economy Innovation Bakal Dapat 40.000 Dollar AS

60 Inovator ASEAN Blue Economy Innovation Bakal Dapat 40.000 Dollar AS

Pemerintah
Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari

Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari

BUMN
Potensi Devisa Rp 1,3 Triliun, Oleh-oleh Sandiaga dari UEA dan Korsel

Potensi Devisa Rp 1,3 Triliun, Oleh-oleh Sandiaga dari UEA dan Korsel

Pemerintah
Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bentuk Pemantau Femisida

Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bentuk Pemantau Femisida

Pemerintah
Dicari, Inovator di 10 Negara ASEAN dan Timor Leste untuk Proyek Blue Economy

Dicari, Inovator di 10 Negara ASEAN dan Timor Leste untuk Proyek Blue Economy

Pemerintah
Konsisten Berdayakan Peternak Sapi, Human Initiative Torehkan Jejak Manis di NTT

Konsisten Berdayakan Peternak Sapi, Human Initiative Torehkan Jejak Manis di NTT

Advertorial
Mengenal Melukat, Ritual Pembersihan Diri di Bali Jadi Agenda WWF

Mengenal Melukat, Ritual Pembersihan Diri di Bali Jadi Agenda WWF

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com