Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Karbon: Pengertian, Penghitungan, dan Cara Menguranginya

Kompas.com - 08/08/2023, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Saat dunia menghadapi pemanasan global yang semakin parah, pengendalian emisi gas rumah kaca merupakan langkah yang harus dilakukan.

Salah satu upaya mengendalikan emisi gas rumah kaca adalah menekan jejak karbon. Lantas apa yang dimaksud jejak karbon?

Baca juga: Perpanjang Dukungan Energi Rendah Karbon Indonesia, Inggris Siapkan Rp 135 Miliar

Pengertian jejak karbon

Dilansir dari New York Times, jejak karbon adalah total emisi gas rumah kaca dari sebuah produk atau jasa mulai dari produksi, pemakaian, hingga akhir masa pakainya.

Jejak karbon menghitung berbagai emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metana, dinitrogen oksida, dan gas lain yang memerangkap panas di atmosfer.

Penghitungan jejak karbon juga diterapkan kepada manusia. Setiap aktivitas dari kita menghasilkan emisi gas rumah kaca, sehingga perlu untuk dilacak dan dikurangi.

Biasanya, sebagian besar jejak karbon manusia berasal dari aktivitasnya di transportasi, perumahan, konsumsi energi, dan makanan apa yang dimakan.

Baca juga: Perdagangan Karbon: Tidak Nyata, tapi Ada

Menghitung jejak karbon

Dilansir dari National Geographic, menghitung jejak karbon penting untuk dilakukan. Akan tetapi, tidaklah mudah menghitungnya.

Contohnya, saat kita menaiki pesawat terbang komersial dengan kelas ekonomi.

Di satu sisi, menghitung jejak karbon cukup mudah dengan cara melihat pembakaran bahan bakar pesawat dan dibagi jumlah penumpang.

Akan tetapi, bila memasukkan penumpang kelas satu dan bisnis, penghitungannya menjadi cukup rumit karena mereka mendapat ruang yang lebih besar dan membayar lebih banyak.

Pertimbangan lain termasuk berapa banyak kargo yang dibawa pesawat dan ketinggian terbang pesawat.

Baca juga: Nilai Karbon Mangrove Tanjung Punai Rp 104,8 Miliar Belum Tergarap

Meski begitu, ini adalah perhitungan yang relatif sederhana dibandingkan dengan menilai emisi dari sebuah produk, contohnya produksi mobil.

Jejak karbon dari satu mobil dihitung dari emisi yang terjadi di pabrik perakitan, pembangkitan listrik untuk pabrik itu, bahan bakar, komponen, pabrik tempat pembuatan komponen, pembuatan mesin yang digunakan di pabrik tersebut dan di pabrik perakitan, hingga ekstraksi mineral yang menjadi bahan bakunya.

Karena sangat kompleks, Mike Berners-Lee, seorang profesor di Lancaster University di Inggris, mengakui bahwa sangat sulit untuk mengukur jejak karbon secara akurat.

Kabar baiknya, menurut Berners-Lee, melihat gambaran jejak karbon secara utuh sudah cukup bagi setiap individu untuk mulai membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Honeywell Hadirkan Teknologi Penangkapan Karbon Dioksida Teruji untuk Industri di Indonesia

Mengurangi jejak karbon

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi jejak karbon pribadi tentu berbeda untuk setiap orang.

Upaya pengurangan jejak karbon sangat bergantung gaya hidup dari masing-masing orang. Selain itu, aksi yang sama belum tentu efektif untuk semua orang.

Misalnya, beralih ke mobil listrik jauh lebih berdampak di wilayah yang disuplai pembangkit listrik dari energi terbarukan daripada di wilayah yang listriknya dipasok bahan bakar fosil.

Dilansir dari Britannica, jejak karbon dapat dikurangi melalui peningkatan efisiensi energi dan perubahan gaya hidup dan kebiasaan belanja.

Baca juga: Dukung Kebutuhan Nikel untuk Baterai Kendaraan Listrik, MMP Bangun Smelter dengan Jejak Karbon Rendah

Mengalihkan penggunaan energi dan transportasi seseorang dapat berdampak pada jejak karbon utama.

Misalnya, menggunakan transportasi umum mengurangi jejak karbon seseorang jika dibandingkan dengan berkendara dengan motor atau mobil.

Individu dan perusahaan dapat mengurangi jejak karbon dengan memasang lampu hemat energi, menambahkan insulasi pada bangunan, atau menggunakan sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik.

Pilihan gaya hidup tambahan yang dapat menurunkan jejak karbon sekunder seseorang termasuk mengurangi konsumsi daging dan mengubah kebiasaan pembelian seseorang ke produk yang membutuhkan lebih sedikit emisi karbon untuk diproduksi dan diangkut.

Baca juga: Lancarkan Bursa Karbon, KLHK dan OJK Sepakati Ruang Lingkup Keja Sama

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com