Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rancangan Dokumen JETP Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi Energi Berkadilan di Indonesia

Kompas.com - 19/11/2023, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.comRancangan dokumen rencana investasi dan kebijakan komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) dinilai masih setengah hati dalam mewujudkan transisi energi berkeadilan di Indonesia.

Salah satu yang disorot dalam rancangan CIPP JETP adalah masih minimnya target pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, rancangan CIPP JETP cukup kontradiktif.

Baca juga: Draf Rencana Investasi JETP Dirilis, Ketenagalistrikan Jadi Sorotan

Dalam rancangan CIPP, bauran energi terbarukan ditarget cukup ambisius yakni mencapai 44 persen pada 2030.

Akan tetapi, kontradiksinya adalah hanya dua PLTU batu bara yang masuk daftar pensiun dini dalam rancangan CIPP JETP yaitu PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon.

“Sebagian PLTU yang masuk pensiun dini, yakni PLTU Cirebon-1, sebenarnya sudah masuk dalam skema ETM (Energy Transition Mechanism),” kata Bhima dilansir dari situs web Celios, Kamis (17/11/2023).

“Jadi seolah tidak ada niatan untuk benar-benar melakukan penutupan PLTU batu bara. JETP menjadi tidak jelas, awalnya mau pensiun PLTU batu bara justru tidak dilakukan dengan serius,” sambungnya.

Baca juga: Draf Rencana Investasi JETP Dirilis, Pembangkit Energi Terbarukan Ditarget 44 Persen

Direktur Program Transisi Bersih Harryadin Mahardika mengatakan, hal yang sama pernah dilakukan Indonesia.

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diterbitkan pada 2014, Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan 23 persen pada 2023 dan 31 persen pada 2050.

Namun pada saat yang sama, Indonesia juga memulai program 35 gigawatt (GW) pembangkit yang mayoritas adalah PLTU batu bara.

Penambahan PLTU justru menggerus ruang pengembangan energi terbarukan, sehingga target bauran energi hijau tidak tercapai.

Baca juga: Penyusunan Rencana Dokumen JETP Dianggap Kurang Transparan

“Dalam dokumen CIPP, PLTU captive tidak dimasukkan. Padahal, pertumbuhannya sangat tinggi dari 1,3 GW pada 2013 menjadi 10,8 GW pada 2023, dan masih terus bertambah,” jelas Harryandi.

Dia menyampaikan, pembiaran PLTU captive akan menjadi penghalang besar yang dapat menggagalkan target nol emisi Indonesia.

“Meski target CIPP tercapai 100 persen, target nol emisi Indonesia tidak akan pernah tercapai lantaran PLTU captive akan tetap hasilkan emisi dalam jumlah besar,” tuturnya.

Dian Sunardi dari Arise! Indonesia juga mengaku kecewa dengan adanya usulan penerapan bahan bakar alternatif seperti co-firing biomassa dalam PLTU yang dianggap sebagai solusi palsi.

Baca juga: Dana JETP Jauh dari Cukup untuk Transisi Energi Indonesia

Dia menilai, solusi palsu tersebut terbukti tidak akan efektif dalam mengurangi emisi.

Bahkan, penerapannya tersebut justru memperkaya segelintir individu-oligarki, mempromosikan privatisasi dan komodifikasi sumberdaya ekologis, dan membebaskan korporasi yang berkontribusi terhadap krisis iklim dari tanggung jawabnya.

“Dan yang paling penting, malah akan memperparah krisis iklim dan merusak masa depan transisi energi Indonesia. Indonesia harus mengambil sikap tegas, menyatakan tidak pada solusi palsu dan mengeluarkannya dari CIPP,” jelas Dian.

Baca juga: Bijak Mengelola Pendanaan JETP untuk Transisi Energi Berkeadilan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Kapal Canggih, OceanX Bakal Eksplorasi Lautan Indonesia

Pakai Kapal Canggih, OceanX Bakal Eksplorasi Lautan Indonesia

Pemerintah
Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Pemerintah
Model 'Community-Supported Agriculture', Solusi 'Food Loss and Waste'

Model "Community-Supported Agriculture", Solusi "Food Loss and Waste"

Pemerintah
BW Kehati Data Keanekaragaman Hayati di Perkotaan

BW Kehati Data Keanekaragaman Hayati di Perkotaan

Pemerintah
Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

LSM/Figur
IPA Convex 2024 Digelar, Jadi Momentum Ketahanan Energi Berkelanjutan

IPA Convex 2024 Digelar, Jadi Momentum Ketahanan Energi Berkelanjutan

Swasta
BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

BRIN: Indonesia Terlindungi dari Gelombang Panas karena Awan

Pemerintah
Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemerintah
60 Inovator ASEAN Blue Economy Innovation Bakal Dapat 40.000 Dollar AS

60 Inovator ASEAN Blue Economy Innovation Bakal Dapat 40.000 Dollar AS

Pemerintah
Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari

Groundbreaking Proyek RDF, WIKA Siap Reduksi Sampah 2.500 Ton per Hari

BUMN
Potensi Devisa Rp 1,3 Triliun, Oleh-oleh Sandiaga dari UEA dan Korsel

Potensi Devisa Rp 1,3 Triliun, Oleh-oleh Sandiaga dari UEA dan Korsel

Pemerintah
Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bentuk Pemantau Femisida

Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bentuk Pemantau Femisida

Pemerintah
Dicari, Inovator di 10 Negara ASEAN dan Timor Leste untuk Proyek Blue Economy

Dicari, Inovator di 10 Negara ASEAN dan Timor Leste untuk Proyek Blue Economy

Pemerintah
Konsisten Berdayakan Peternak Sapi, Human Initiative Torehkan Jejak Manis di NTT

Konsisten Berdayakan Peternak Sapi, Human Initiative Torehkan Jejak Manis di NTT

Advertorial
Mengenal Melukat, Ritual Pembersihan Diri di Bali Jadi Agenda WWF

Mengenal Melukat, Ritual Pembersihan Diri di Bali Jadi Agenda WWF

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com