Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/02/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Hak perempuan dan anak rentan dilanggar dalam kampanye-kampanye akbar partai politik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Hal tersebut disampaikan Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ciput Eka Purwanti di Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Dia menuturkan, saat kampanye akbar, tak jarang anak dibawa ikut diajak orangtua mengikuti kegiatan tersebut. 

Baca juga: Terbuka Potensi Sinergi Pengarusutamaan Isu Gender dan Hak Anak

"Orang-orang dewasa terbawa euforia dengan semangat yang luar biasa, teriak-teriak sambil bawa anak," kata Ciput, sebagaimana dilansir Antara.

Ciput mengatakan, kemampuan anak kecil dalam menghadapi rasa tidak nyaman itu berbeda dengan orang dewasa, sehingga mereka akan menjadi tantrum.

"Apa enggak deg-degan itu anak. Bayangkan anak anak yang ikut orang tuanya, harus mengalami berada di tengah kerumunan, kesulitan buang air, haus, atau popoknya penuh. Orangtua sendiri butuh waktu untuk keluar dari kerumunan," katanya.

Saat anak tantrum, orangtua berpotensi menjadi marah sehingga bisa berpotensi pula melakukan kekerasan terhadap anak.

Baca juga: 1 dari 3 Anak Kurang Zat Besi, Perlu Kerjasama Perbaiki Gizi

Kemudian bila melarang anak ikut dalam kampanye, maka umumnya anak akan diasuh oleh ibunya.

Hal tersebut membuat sang ibu kehilangan haknya untuk mendapat informasi dalam kegiatan kampanye.

"Jangan sampai karena kita melarang anak ikut, warga sendiri ikut kehilangan haknya untuk mendapat informasi dalam kampanye," ucap Ciput.

"Apalagi perempuan pasti yang enggak boleh ikut karena dalam budaya patriarki, dianggap anak ini melekat dengan ibunya," tambahnya.

Baca juga: Waspadai Paparan Timbel pada Anak, Perlu Pengendalian Kuat

Sementara itu, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Apituley mengatakan, upaya untuk mengarusutamakan hak anak dalam Pemilu masih jadi pekerjaan rumah yang sangat besar.

Pasalnya, kasus-kasus pelanggaran hak anak dalam Pemilu banyak terjadi, baik yang dilaporkan oleh masyarakat maupun temuan-temuan KPAI.

Selama satu tahun pengawasan KPAI dalam rangkaian Pemilu 2024, ada enam kasus yang diadukan kepada KPAI dan 47 kasus temuan di media sosial.

Menurut dia, dari sejumlah kasus itu ada 15 bentuk pelanggaran hak anak selama rangkaian Pemilu 2024.

"Kami menemukan ada pengulangan pelanggaran, juga ada pelanggaran yang baru," kata Sylvana.

Baca juga: Pengasuhan Positif dan Afirmatif untuk Anak, Cegah Perilaku Menyimpang

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com